Medio 2018 ini, Maluku dikejutkan dengan adanya kabar tiga warga Suku Mausu Ane, meninggal dunia diduga karena kelaparan. Bencana itu terjadi sejak awal Juli 2018.
Suku Mausu Ane merupakan masyarakat terasing yang hanya dapat ditemui dengan perantara salah satunya Raja Negeri Maneo Rendah, yang merupakan suku pedalaman di hutan Seram, Gunung Morkelle, Kecamatan Seram Utara Kobi, Kab. Maluku Tengah.
Mereka sering berpindah -pindah ke lokasi baru ( Nomaden) di pegunungan Seram, di tiga lokasi terpisah antara lain di bantaran sungai Kobi, Laihaha dan Tilupa yang sebagian besar merupakan daerah pinggiran perkampungan dan perkebunan.
Suku yang berjumlah enam Kelompok Warga Masusu ane antara lain berjumlah ± 45 KK dengan berjumlah ± 175 warga ini sangat bergantung sekali kepada hasil alam maupun hasil perkebunan. Kebakaran hutan tahun 2015 menyebabkan setahun terakhir ini Suku Mausu Ane sering berpindah ke lokasi baru, dikarenakan tidak bisa makan hasil kebun yang disebabkan oleh hama tikus dan babi hutan yang telah merusak dan memakan habis semua hasil kebun. Sehingga stok makanan kian terbatas selama dua minggu belakangan ini dan memaksa mereka untuk bertahan hidup dengan mengonsumsi sumber makanan lain seperti dedaunan dan akar rotan.
Dengan mengonsumsi dari dedaunan dan akar-akaran tak cukup memenuhi kebutuhan energi mereka untuk tiap harinya, dugaan tersebut banyak warga yang mengalami sakit dan kurang gizi sehingga hal ini yang menjadi faktor utama meninggalnya 3 (tiga) orang suku Mausu Ane.
Bermula Senin (23/7) Warga Mausu Ane mendatangi pemukiman di Maneo rendah untuk meminta bantuan bahan makanan kepada Pendeta Hein Tualena. Pendeta Hein Tualena melaporkan kejadian tersebut kepada Danramil 1502-05/Wahai Kapten Cba La Ode Ma’ruf dan menjelaskan bahwa kematian beruntun warga Suku Mausu ane yang di akibatkan mereka kesulitan mendapatkan pangan yang layak dan air bersih.
Laporan itu ditindaklanjuti Komandan Kodim 1502/Masohi Letnan Kolonel Inf Hari Sandhi Chrishandoko, S.Sos. dengan mengirimkan bahan makanan pokok dan kebutuhan pangan lainnya untuk dikirim ke tempat dimana mereka mengungsi.
Tidak cukup sampai disitu, Kamis (26/7) Pangdam XVI/Pattimura, Mayor Jendral TNI Suko Pranoto, didampingi Danrem 151/Binaiya dan beberapa Asisten, mengunjungi Lokasi Masyarakat Suku Mausu Ane di pedalaman pegunungan Morkelle, Kecamatan Seram Utara Kobi, Kab. Maluku Tengah.
Pangdam selain memberikan bantuan logistik juga menerima saran dan masukan dari warga setempat, sebagai wujud keterhadiran Negara dalam Musibah ini.
Lebih lanjut, Danrem 151/Binaiya Kolonel Inf Christian K Tehuteru menjabarkan kegiatan yang harus dilakukan secara cepat dan terpadu dan melibatkan antara lain Pemda dalam hal ini Dinas kesehatan (untuk pantau kesehatan dan berikan medis terhadap masyarakat suku tersebut), Dinas pendidikan ( untuk mulai mendidik anak-anak sebatas membaca, menulis dan berhitung) Dinas pertanian (untuk beri pendampingan cara bercocok tanam yang baik dan benar), Dinas kehutanan (untuk cek lokasi yang memungkinkan digunakan untuk lokasi pemukiman suku tersebut) dan Dinas PUPR (untuk beri pendampingan dan bantu suku tersebut membuat tempat berteduh yang sesuai dengan kebiasaan mereka). Dan TNI/Polri diperlukan untuk memberi dorongan dan tenaga dalam mendukung kegiatan pemda tersebut
Pendirian posko dan pendataan masyarakat suku Mausu Ane yang sudah turun serta mendata logistik yang sudah masuk (dari instansi mana dan apa jenis bantuannya), Pendataan masyarakat yang ingin kembali ke hutan untuk mengambil keluarganya dan diberi bekal untuk selama perjalanan, Pembuatan tenda-tenda istirahat, MCK darurat dan dapur lapangan serta melibatkan Bapa Raja, Camat, pegawai dari Dinas Kehutanan serta para kepala keluarga guna tinjau lokasi untuk pemukiman yang direncanakan.
Bila masyarakat setuju maka akan dilanjutkan dengan pembuatan tempat tinggal sesusi kehendak masyarakat. Anak-anak diisi dengan kegiatan seperti belajar membaca, tulis dan berhitung serta cara hidup bersih. Dan untuk Ibu-ibu ini diberi pengetahuan tentang cara bercocok tanam di lahan sekitar rumah atau halaman rumah sehingga bermanfaat serta pembuatan pagar agar tidak diserang babi.
“Untuk itu perlu dibuat semacam Satgas yang terdiri dari beberapa unsur pendampingan melekat dalam kurun waktu yang ditentukan dan bergantian, sehingga pendampingan tidak terputus dan bisa memberi rasa nyaman dan mereka tidak perlu hidup secara nomaden lagi, serta mudah terpantau dan terbina, “pungkas Danrem 151/Binaiya.