Yogya Barat. Keberadaan Satuan TNI pada satu wilayah merupakan satu penanda wilayah itu sangat strategis bagi TNI dan bagian dari sistim keamanan Negara. Pada Peringatan ke 71 Hari Bakti TNI Angkatan Udara tahun 2018 beberapa hari yang lalu, Satuan Radar (Satrad) 215 Congot menggelar beragam kegiatan, salah satunya pembersihan tempat ibadah. Kegiatan ini bentuk dari kepedulian Satuan Radar 215 Congot pada masyarakat dilingkup wilayah nya.
“Sasaran kita berkaitan dengan Hari Bhakti TNI AU ke 71 tahun 2018 ini di lingkup Satrad 215 Congot ini di mushola Dusun Glaheng Desa Sindutan Kecamatan Temon, untuk tema peringatan, Dilandasi Semangat Juang Kepahlawanan dan Pengorbanan 29 Juli 1947, TNI AU Bersama Rakyat Siap Menjaga Kedaulatan dan Keutuhan NKRI” jelas Letkol Lek Bambang Suyono.
Sumbangsih TNI AU untuk negeri dan masyarakat sekitar adalah semangat yang ingin disampaikan Satrad 215 Congot dalam peringatan Hari Bhakti TNI AU ke 71 kali ini. “Keberadaan kami tak hanya menunaikan tugas pokok menjaga langit NKRI wilayah Selatan Jawa, tapi juga peduli dan membantu warga, khususnya yang berada di sekitar kami disini,” sambung Prawira Menegah jebolan AAU 98 ini.
Sejarah hari bakti TNI AU ini bermula dari aksi Belanda yang mengingkari perjanjian Linggarjati pada tanggal 21 Juli 1947 dengan menyerang secara serempak ke beberapa wilayah Republik Indonesia, yang dikenal dengan Agresi Belanda I. Kehancuran pangkalan pangkalan TNI AU akibat serangan Belanda ini menyebabkan kemarahan prajurit-prajurit TNI AU.
Dalam keterbatasan dan tidak mengenal menyerah, mereka terus berupaya menyusun kekuatan dan strategi untuk mengadakan serangan udara balasan ke wilayah yang di duduki Belanda. Dini hari 29 Juli 1947, Pangkalan Udara Maguwo dalam keadaan masih gelap, digetarkan oleh deru pesawat yang mengemban misi penyerangan ke tangsi tangsi militer Belanda yang berada di Salatiga dan Ambarawa oleh Kadet penerbang Sutardjo Sigit dan Suharnoko Harbani menggunakan pesawat Chureng.
Pesawat yang dikemudikan Suharnoko Harbani dilengkapi senapan mesin dengan penembak udara Kaput. Sedangkan, pesawat Sutardjo Sigit dibekali bom bom bakar dan penembak udaranya Sutardjo. Kadet penerbang Mulyono menyerang Semarang menggunakan pesawat pengebom ”Driver Bomber” Guntei dengan dibebani bom 400 kg dan dilengkapi dua senapan mesin di sayap dan sebuah dipasang dibelakang penerbang serta sebagai penembak udara Dulrachman.
Sementara itu, Kadet Penerbang Bambang Saptoadji yang menggunakan pesawat buru sergap Hayabusha yang bertugas mengawal pesawat yang diawaki Kadet Penerbang Mulyono, terpaksa dibatalkan karena pesawat yang telah dipersiapkan sejak pagi itu belum selesai diperbaiki setelah mengalami kerusakan.
Inti dari peringatan ini adalah semangat untuk rela berkorban tanpa pamrih demi Negara dan Bangsa dan menjadi contoh bagi generasi penerus. (NSR/bang natsir).