Oleh : Kolonel Inf Andi Gus Wulandri (Kepala Penerangan Kodam Kasuari)
Sudah menjadi ‘rahasia umum’ bagi pemerintah daerah, institusi keamanan TNI-Polri, juga warga masyarakat Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat ini bahwa Kampung Kanantare yang berada di Distrik Fakfak Tengah sudah menjadi ‘langganan’ terjadinya ‘percikan-percikan’ bernuasa faham separatis Papua Merdeka.
Di kampung inilah tempat digelarnya kegiatan-kegiatan yang mendukung separatisme, baik berupa rapat-rapat gelap, sebagai titik kumpul massa dalam aksi demonstrasi, hingga upaya pendirian kantor sekretariat Komite Nasional Papua Barat (KNPB), yakni organisasi politik rakyat Papua atau sebuah kelompok masyarakat Papua yang berkampanye untuk kemerdekaan Negara Papua Barat, pada Januari tahun lalu. Pertanyaannya adalah, apakah TMMD Ke-107 Tahun Anggaran (TA) 2020 di wilayah Kodim 1803/Fakfak, Korem 181/PVT, Kodam XVIII/Kasuari yang digelar di Kanantare itu mampu memutus mata rantai pengaruh faham separatis ‘Papua Merdeka’ di lingkungan warga masyarakat di sana?
TNI Hadapi Dua Virus
Saat ini, Bangsa Indonesia sedang berjuang menghadapi tantangan merebaknya virus corona (coronavirus disease = Covid-19). Hingga awal April 2020, virus yang menyerang saluran pernapasan ini telah merenggut korban lebih dari 200 jiwa. Wabah virus corona ini tersebar hampir di seluruh provinsi, tak terkecuali Papua Barat. Secara keseluruhan, tercatat 494 orang dalam pemantauan, dua orang dinyatakan positif, dan satu korban meninggal dunia di Papua Barat, akibat Covid-19 ini. Secara khusus di Kabupaten Fakfak, tercatat 67 orang dalam pemantauan, sedangkan 10 orang lainnya telah selesai pemantauan. Secara nasional, belum terlihat tanda-tanda pandemi ini akan segera berakhir.
Dalam situasi dan kondisi seperti ini, sebagaimana di seluruh satuan komando kewilayahan (Satkowil) jajaran TNI Angkatan Darat, Kodam XVIII/Kasuari juga tetap melaksanakan aksi pembinaan teritorial (Binter) dalam bentuk TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD), yang sekarang memasuki gelaran ke 107. Tema besar yang diusung dalam TMMD Ke-107 TA. 2020 adalah “TMMD Pengabdian Untuk Negeri” dan dilaksanakan selama 30 hari (16 Maret-14 April 2020).
TMMD kali ini dinilai sangat penting mengingat di sebagian wilayah Papua Barat, khususnya di Kabupaten Fakfak, beberapa tahun terakhir ditemukan adanya virus lain yang juga mengancam kehidupan warga di suatu wilayah, yaitu virus faham separatis atau virus separatisme. Inilah yang menjadikan wilayah tersebut diberikan label ‘daerah merah’ atau ‘zona merah’.
Daerah merah adalah daerah yang masih terpapar separatisme, atau paham yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dimana sebelum ini di Kampung Kanantare masih dilaksanakan berbagai kegiatan yang mendukung separatisme, baik berupa rapat-rapat gelap maupun aksi demonstrasi, yang berawal dari kampung ini. Sehingga dengan adanya pelaksanaan TMMD di kampung ini, diharapkan dapat mengikis pelan-pelan, sedikit demi sedikit paham separatis ini.
Kampung Kanantare: Zona Merah
Kampung ini terletak sedikit di luar kota Fakfak, namun seperti kebanyakan wilayah lain di Papua Barat, rendahnya tingkat kesejahteraan sebagian masyarakat masih menjadi persoalan, yang terus berusaha diperbaiki pemerintah. Warga kampung ini berjumlah 38 KK dan umumnya masih ada ikatan kekeluargaan. Hanya ada dua marga di kampung ini, yakni marga Komber dan Temongmere. Ikatan kekeluargaan juga tersebar hingga ke luar wilayah kampung dan distrik.
Warga Kanantare banyak bergantung pada buah pala, yang pohonnya banyak tersebar di wilayah kampung yang berbukit ini.
“Kami jual pala ke pasar. Dalam dua atau tiga hari bisa dapat 200 sampai 300 ribu,” tutur Yohanes Komber (50), salah satu warga Kanantare, Kamis (12/03/20) di rumahnya yang sedang dibangun personel Satgas TMMD.
Selain pengumpul buah pala, sebagian warga ada yang berwiraswasta, juga bekerja sebagai pegawai.
Bukan tanpa alasan jika kampung ini dipilih sebagai lokasi kegiatan TMMD. Beberapa waktu lalu kampung ini dijadikan sebagai pusat/lokasi pertemuan dari sekelompok orang tidak bertanggung jawab yang membawa paham disintegrasi (Komite Nasional Papua Barat/KNPB dan Parlemen Rakyat Daerah/PRD), bahkan hingga menaikkan bendera ‘bintang kejora’ yang identik dengan gerakan ‘papua merdeka’.
“Mereka itu bukan dari kampung ini. Ada yang datang dari Nabire, Wamena, sampai Jayapura. Mereka inilah yang menjadi ‘otak’ dari pertemuan-pertemuan semacam itu. Warga Kanantare sendiri hanya ikut-ikut saja,” kata Kapten Inf Sofyan Patiran, Danramil 1803-01/Kota Fakfak, yang menjadi Komandan Satuan Setingkat Kompi (DanSSK) pada TMMD 107 Kodim 1803/Fakfak, Kamis (12/03/20) di lokasi TMMD.
Dalam beberapa kesempatan ditemukan adanya pertemuan atau rapat-rapat gelap di kampung ini, yang kemudian bisa berujung pada aksi anarkis, seperti yang terjadi pada Agustus tahun lalu. Saat itu sekelompok massa dengan membawa atribut tertentu melakukan aksi demonstrasi di Kota Fakfak. Aksi tersebut menjadi anarkis setelah massa demonstran melakukan aksi pembakaran, seperti yang terjadi di Pasar Thumburuni, Fakfak. Aksi ini sebenarnya dilakukan sebagai reaksi atas tindakan rasis terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya beberapa hari sebelumnya. Aksi itu berubah anarkis karena ditunggangi oleh pihak tertentu yang membawa serta atribut kelompok mereka (KNPB dan PRD).
Sebelumnya, pada Januari di tahun yang sama, kantor sekretariat KNPB didirikan para simpatisan separatis Papua Merdeka di Kanantare. TNI AD melalui Kodim 1803/Fakfak langsung bergerak menetralisir lokasi dengan melucuti segala atribut KNPB dan PRD, seperti papan nama, tiang bendera, pakaian militer, meja, alat cetak, juga kotak sumbangan dana revolusi. Sementara para pelaku separatis melarikan diri ke arah hutan. Dua kelompok ini, KNPB dan PRD, memang kerap memberi janji-janji tidak masuk akal tentang kemerdekaan Papua kepada masyarakat Papua, khususnya warga Kampung Kanantare, Fakfak Tengah.
Dengan kondisi sosial kemasyarakatan seperti itu menjadi alasan kuat bagi TNI untuk ada bersama dan datang berkarya di tengah-tengah warga Kanantare. Dandim 1803/Fakfak sekaligus Dansatgas TMMD 107 Letkol Inf Yatiman A.Md menjelaskan bahwa penetapan lokasi ini berdasarkan pada aspek kondisi sosial dan hal itu telah disepakati bersama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Fakfak.
“Kita cenderung melihat pada aspek kondisi sosial, mengingat kampung Kanantare ini tiap tahun digunakan atau terdapat kegiatan-kegiatan yang mengarah ke tindakan separatisme. Oleh karena itu, kita berupaya mengubah masyarakat yang mulai terpapar gerakan separatisme tersebut,” ucap Letkol Yatiman, Sabtu (14/03/20) di Makodim 1803/Fakfak, Jl. M. Yamin, Fakfak Selatan, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat.
TMMD Putus Mata Rantai Separatisme
Kegiatan TMMD 107 di Kampung Kanantare telah dimulai dengan Pra TMMD pada 6 Maret 2020 atau sekitar 10 hari sebelum hari pembukaan. Namun mengingat adanya wabah Covid-19, upacara pembukaan yang rencananya dilakukan pada 16 Maret 2020 ditiadakan.
Sebanyak 150 orang personel dikerahkan untuk menyukseskan program TMMD di Kampung Kanantare ini. Mereka berasal dari unsur TNI, Kepolisian, Pemda Fakfak, mahasiswa Politeknik Fakfak, dan puluhan warga dari Komunitas Ojek ‘Trikora’ binaan Kodim 1803/Fakfak, dipimpin Dandim selaku Dansatgas.
Selama pelaksanaan TMMD, para personel Satgas tinggal bersama warga kampung Kanantare. Sebulan penuh personel satgas hidup bersama ‘keluarga baru’ mereka, dengan harapan tercipta keakraban dan kedekatan emosional dengan warga kampung. Mereka tetap berupaya untuk mendekatkan diri kepada warga demi kemanunggalannya dengan rakyat, meski ada batasan-batasan yang harus diperhatikan terkait dengan pencegahan penyebaran Covid-19.
Dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaannya, anggota selalu memperhatikan apa yang menjadi instruksi/perintah dari pemerintah untuk mencegah penyebaran Covid-19. Selalu menjaga kebersihan dengan cuci tangan menggunakan sabun antiseptik dan mandi setelah selesai bekerja. Mereka harus tetap menaati aturan physical distancing dan social distancing.
Adapun sasaran kegiatan dalam TMMD Ke-107 di Kampung Kanantare, Fakfak berupa sasaran fisik dan sasaran non fisik. Sasaran fisik yaitu rehabilitasi 20 rumah tidak layak huni milik masyarakat. Sasaran non fisik berupa penyuluhan wawasan kebangsaan, bela negara, Kamtibmas, pertanggungjawaban keuangan dana desa, pendidikan, kesehatan, pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, dan kelautan.
Ragam kegiatan lain juga dilaksanakan seperti bakti sosial berupa pemberian pengetahuan kepada warga tentang dasar-dasar pengobatan dan Posyandu. Adapun para mahasiswa yang terlibat dalam TMMD ini diarahkan untuk membantu warga khususnya para pengurus kampung dalam hal teknis pengelolaan kampung, seperti pembuatan dan pengisian data dan tata kelola administrasi untuk keperluan kampung.
“Kampung-kampung yang sudah berstatus desa disini ada (punya) balai kampung, tapi data dan administrasi minim sekali,” ujar DanSSK TMMD Kapten Inf Sofyan Patiran, Kamis (12/03/20) di Kanantare. Hal ini, menurutnya, menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana selama ini alokasi, pemanfaatan, serta pelaporan dana desa/kampung yang mencapai ratusan juta hingga lebih dari satu milyar rupiah itu.
“Dengan bantuan teknis dari para mahasiswa ini, diharapkan para pengurus desa dapat bekerja lebih mudah dan lebih baik di kemudian hari,” katanya.
Adapun dari 20 rumah tidak layak huni yang menjadi sasaran renovasi, tujuh unit rumah diantaranya dalam keadaan rusak berat, sementara sisanya rusak sedang. Yang pasti, kegiatan renovasi rumah ini telah menimbulkan kesan mendalam bagi penghuninya.
“Bapak-bapak ini datang jauh-jauh pergi kerja (bangun) rumah saya, gotong royong sama-sama, dan saya sekarang sudah terima hasilnya luar biasa, terima kasih,” ujar Yohanes Komber (50).
Menurutnya, ia sekarang tidak lagi pusing memikirkan untuk membangun rumahnya. Dia bisa dengan tenang pergi bekerja mengumpulkan buah pala untuk menghidupi keluarganya.
Yohanes juga mengakui bahwa dirinya pernah diajak untuk kumpul-kumpul dengan orang-orang yang datang dari luar wilayahnya yang membawa paham separatis ‘papua merdeka’.
“Kita bingung bukan apa. Kita lihat televisi, berita-berita kesana kemari, tapi belum tahu betul yang kesitu (paham separatis). Kita hanya ikut-ikut saja. Kita hanya anak-anak kecil, orang-orang besarnya ada di (luar) sana,” ucapnya. Ia menambahkan, jika orang luar itu datang berkunjung, ia akan terima untuk duduk di rumah. Tapi kalau ada ajakan untuk kumpul-kumpul ia tidak mau lagi.
“Kalau ada yang datang bertamu, ya namanya tamu, ya kita akan ajak ke rumah, duduk di rumah. Tapi kalau dong ajak-ajak lagi macam kemarin-kemarin, kita akan bilang, maaf kita tra bisa ikut-ikut lagi,” ujar Yohanes bersungguh-sungguh.
Menurutnya, TNI sudah memperhatikan kehidupannya, sudah membangun rumahnya, sementara orang-orang yang suka mengajak mereka kumpul-kumpul membahas ‘papua merdeka’ dengan janji-janji, tidak pernah ada buktinya sampai sekarang.
“Untuk apa ikut-ikut lagi, yang perhatikan kita waktu kita hidup susah, rumah rusak, bukan mereka tapi malah tentara,” katanya.
Renovasi juga menyasar pada rumah milik Tokoh Adat Kampung Kanantare, Yahya Komber (69).
“Saya tokoh adat di sini, saya semangat sekali. Rasa terima kasih yang besar-besar, karena kampung kita ini sudah ketinggalan. Kita selama ini sibuk kerja-kerja tra jelas”, ujarnya.
Tokoh adat ini memiliki anak laki-laki, Jens Ramli Komber (22 thn), yang berniat untuk mengikuti tes masuk sebagai Prajurit TNI AD tahun ini.
Sementara itu, Ketua Badan Perencanaan Kampung (Baperkam) Markus Komber (51) mengatakan bahwa renovasi rumah warga ini sangat bermanfaat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan warga.
“Saya yakin, dengan rumah yang lebih baik, manusia pun bisa hidup dengan lebih baik. Tidak lagi berpikir yang tidak-tidak, kecuali untuk kehidupan sehari-hari membesarkan anak sampai menjadi orang yang berguna bagi keluarganya, masyarakat, dan negara,” katanya.
Ragam kegiatan sosialisasi/penyuluhan yang diadakan selama program TMMD ini juga memiliki kontribusi penting guna memupus paham atau gerakan yang sifatnya separatis, seperti penyuluhan tentang wawasan kebangsaan, bela negara, dan Kamtibmas.
Penyuluhan-penyuluhan itu sudah menjadi kewajiban dalam setiap pelaksanaan TMMD. Kewajiban itu punya nilai yang lebih ketika dibuat di Kanantare, yang berpredikat ‘daerah merah’ atau ‘zona merah’.
TMMD Strategis dan Edukatif
Dalam kunjungannya ke lokasi pelaksanaan TMMD 107 di Kampung Kanantare, Senin (16/03/20) menjelang dimulainya pelaksanaan TMMD, yang upacara pembukaannya ditiadakan karena wabah Covid-19, Aster Kasdam XVIII/Kasuari Kolonel Kav Susanto Dwi Asmara menyatakan bahwa program TMMD ini amat strategis, khususnya untuk penguatan militer di wilayah yang masih belum sepaham.
“Program ini bermanfaat bukan hanya dalam rangka kerja sama meningkatkan kesejahteraan, melainkan juga untuk menyadarkan masyarakat bahwa NKRI itu sudah final,” ujarnya.
Senada dengan itu, Bupati Fakfak Dr. Mohammad Uswanas, M.Si. menilai, program TMMD Ke-107 yang digelar di wilayahnya tersebut adalah sebagai bagian dari proses edukasi rakyat. Dalam hal ini, tentang bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat untuk belajar bernegara dan bela negara.
“Kegiatan ini kita support betul. Kenapa? karena ini merupakan salah satu media yang penting sekali, bagaimana tentara itu terlibat secara langsung dalam konteks kemasyarakatan. Saya kira ini tidak salah karena kita tetap memperhatikan doktrin Sishankamrata,” ujar Bupati Fakfak, Sabtu (28/03/20), saat meninjau lokasi TMMD di Kampung Kanantare.
“Orang bertanya ada apa tentara ke kampung, ya, tentara ke kampung membangun desa, mendidik rakyat supaya bagaimana meningkatkan integritas nasionalnya. Saya kira memang tidak ada altenatif lain, TNI harus bersama-sama rakyat membangun kampung atau kota,” sambungnya.
Terkait dengan proses edukasi rakyat, program TMMD di Kampung Kanantare ini telah menjaring seorang calon anggota TNI, Jens Ramli Komber (22 thn). Ia adalah anak dari Tokoh Adat Kanantare, Yahya Komber (69).
Jens Komber mengaku bahwa cita-citanya menjadi tentara sudah ada sejak beberapa tahun lalu. Karena pergaulan yang kurang baik di kampungnya, cita-cita itu belum sempat terwujud.
“Jujur, saya pernah ikut demo-demo,” tutur Jens, Selasa (24/03/20) di depan rumahnya, disaat istirahat sehabis latihan lari dan renang di sekitar kampungnya.
Dengan usianya yang semakin dewasa, Jens bertekad untuk berubah. Ia ingin menjadi tentara, mengabdi kepada negara, dan membahagiakan orangtuanya sekaligus menjadi contoh yang baik bagi teman-temannya para pemuda Kanantare.
“Memang kampung saya ini suka ada ribut-ribut. Saya mau kasih contoh yang baik ke pemuda-pemuda kampung, jadi mereka bisa pikir untuk mengubah hidup mereka,” katanya.
“Ini kesempatan pertama dan terakhir saya, karena umur saya di tahun ini mau masuk 22 tahun. Saya akan mati-matian berusaha untuk berhasil. Saya harus jadi tentara untuk kasih bangga orang tua dan perbaiki hidup saya,” tambah pemuda yang berpostur tinggi besar itu.
“Mama ucapkan terima kasih kepada bapa-bapa tentara yang sudah kasih perhatian dan nasihat-nasihat ke sa pu anak untuk bantu supaya bisa jadi tentara. Terima kasih banyak. Tuhan yang akan balas kebaikan bapa-bapa,” timpal Elizabeth Gewab (67), ibu dari Jens Ramli Komber.
TMMD Ke-107 kali ini menjadi sesuatu hal yang menarik dan menantang bagi Kodam XVIII/Kasuari, termasuk didalamnya Korem 181/PVT dan Kodim 1903/Fakfak. Mengapa? Karena ibarat perang, didalam penyelenggaraan TMMD ini kami menghadapi dua musuh sekaligus, yang bisa menghambat pelaksanaan kegiatan bahkan menggagalkan semua upaya dan kerja keras yang kami lakukan. Musuh itu berupa Virus Separatisme dan Virus Corona (Covid-19).
Para personel Satgas bukan hanya dituntut untuk menyelesaikan kegiatan TMMD secara tepat waktu dan tepat sasaran, ditengah-tengah kondisi pandemi Covid-19. Namun lebih dari itu, mereka harus berupaya keras meyakinkan warga masyarakat untuk meninggalkan paham separatis ‘papua merdeka’, biar pun hanya sekedar ikut-ikutan.
Tapi alhamdulillah, dari ucapan mereka, warga masyarakat sepertinya mulai terbuka hati dan pikirannya. Bahkan ada generasi muda atau istilah sekarang kaum milenialnya, sudah jenuh dengan aksi ikut-ikutannya yang akhirnya dirasakannya hanya buang-buang waktu, sehingga dia mulai menata masa depannya, dengan mencoba ikut tes jadi Prajurit TNI, yang barangkali sosok TNI itu dulu dianggap sebagai musuh atau lawannya.
Selain perjuangan berat untuk memutus mata rantai separatisme di Kabupaten Fakfak dengan ‘memerah-putihkan’ hati dan pikiran warga Kampung Kanantare, personel Satgas juga menghadapi musuh lain yakni Covid-19, yang juga tidak kalah beratnya, ditengah-tengah aktivitas TMMD. Yang satu membutuhkan kedekatan/keakraban, yang lain mengharuskan jaga jarak atau physical-social distancing.
Personel Satgas telah akrab dengan masyarakat. Setiap kegiatan dilakukan secara bersama-sama dengan semangat. Kemanunggalan dengan rakyat pun jelas terlihat. Kenyataan itu melahirkan keyakinan bahwa para personel Satgas TMMD telah dapat menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu dan sesuai target.
Selama ini mereka antusias dan disiplin dalam menjalankan instruksi pemerintah tentang physical-social distancing, menjaga kebersihan diri dan lingkungannya terkait dengan pandemi Covid-19, dengan tetap fokus menjalankan tugas utamanya sebagaimana tema nasional dari TMMD Ke-107 TA. 2020 yakni “TMMD Pengabdian Untuk Negeri”, yang dijabarkan kedalam TMMD Ke-107 di wilayah Kodim 1803/Fakfak, Korem 181/PVT, Kodam XVIII/Kasuari yaitu “TMMD Memutus Mata Rantai Separatisme di Fakfak”.