PK.Jakarta.Dispen Lantamal3,- Kepala Dinas Hukum Lantamal III Letkol Laut (KH) Yopi Roberti Riri, S.H., M.H. mewakili Komandan Lantamal III Jakarta Brigjen TNI (Mar) Umar Farouq, S.A.P., M.Tr. Opsla., CHRMP. membuka Penyuluhan Hukum Humaniter dan Hak Azasi Manusia kepada 35 personel Lantamal III Jakarta di ruang C A T gedung Mako Lantamal III Jl. Gunung Sahari No. 2 Ancol Jakarta Utara, Kamis(9/12/2021).
Kegiatan yang diikuti 35 personel dari Batalyon Marinir Pertahanan Pangkalan (Yonmarhanlan) III, Denma Lantamal III dan Satuan Patroli (Satrol) Lantamal III dengan nara sumber Kadiskum dengan paparan dan penanyangan filler tentang beberapa aturan yang mengatur hukum perang atau hukum konflik bersenjata yang berlaku secara internasional.
Dalam sambutan Komandan Lantamal III yang dibacakan Kadiskum Lantamal III mengatakan,“Kegiatan ini dilaksanakan agar para prajurit Lantamal III mengetahui proses dan prosedur di dalam peperangan atau pertikaian bersenjata yang diatur dalam hukum humaniter internasional guna menghindari adanya pelanggaran HAM,” pungkasnya.
Hukum Humaniter Internasional diberikan kepada para prajurit TNI AL bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang perlindungan terhadap kombatan maupun dukungan sipil dari penderitaan yang tidak perlu (Unnecessary Suffering). Jaminan HAM yang sangat Fundamental bagi mereka yang jatuh ketangan musuh dan combatan yang sakit jatuh ke tangan musuh harus dirawat berhak diberlakukan sebagai tawanan perang. Selain itu juga pencegahan dilakukannya perang secara kejam tanpa mengenal batas.
Beberapa aturan kebijakan didalam Hukum Humaniter Internasional (HHI) berdasar dari Konvensi Jenewa yang mengatur perlakuan kemanusiaan terhadap korban perang, Hukum Den Haag yang mengatur cara dan alat berperang dan San Remo Manual yang mengatur hukum perang di laut. Selain itu, Hukum Kebiasaan Internasional, yakni kebiasaan umum internasional yang diterima sebagai dasar hukum dengan memenuhi standar unsur materiil dan psikologis.
Menurut Yopi, hukum humaniter internasional bertujuan untuk menghindari adanya pelanggaran hak azsasi manusia (HAM) selama pertikaian bersenjata atau perang terjadi, sebagaimana juga tertera dalam hukum Indonesia, yakni Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Karena hukum tersebut secara internasional mengatur proses dan prosedur dalam sengketa bersenjata, seperti senjata yang dilarang dalam perang, perlakukan terhadap tawanan dan tidak boleh bertindak licik.
Tak hanya itu, hukum humaniter internasional juga mengatur tentang sasaran sah dalam peperangan di laut, kapal-kapal yang dilindungi, non kombatan, perlindungan terhadap masyarakat sipil, dan tanda-tanda pada tempat atau gedung-gedung yang wajib dilindungi dan tidak boleh ditembaki, seperti tempat ibadah, rumah sakit dan lainnya.