PK.Jakarta,.—- Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi menilai langkah Kementerian Pertahanan (Kemhan) Republik Indonesia yang meneken kontrak pembelian 12 pesawat tempur mirage 2000-5 bekas dari Qatar.
Melansir dari kompas.com, Fahmi mengatakan pembelian pesawat tempur bekas itu guna mengisi celah transisi pengadaan pesawat Dassault Rafale yang terbaru dari Prancis.
“Ada deadline (tenggat waktu, red) MEF itu kan 2024, sehingga kita perlu mengejar waktu dan mengatasi kesenjangan kekuatan di udara ini, karena kita berada di tengah kasawan yang sangat dinamis, sementara plot fiskalnya terbatas,” kata Fahmi dalam Kompas Petang, Kompas TV, Kamis (14/06).
“Jadi kita harus memenuhi kekuatan udara yang pokok saja dulu sambil menunggu komitmen-komitmen yang sudah disampaikan dirilis itu benar-benar terealisasi.” sambungnya.
Seperti diketahui, Kemhan sebelumnya telah memesan pesawat tempur Dassault Rafale terbaru dari Prancis. Namun, pesawat tempur tersebut baru akan datang 5 tahun ke depan.
Kendati demikian, Fahmi mempertanyakan kecocokan pesawat tempur Mirage 2000 tersebut untuk mengisi kesenjangan kekuatan di udara.
“Nah, masalahnya Mirage 2000 dan Rafale walaupun satu pabrikan namun mewakili generasi yang berbeda. Ini (Mirage 2000) apakah cocok untuk mengatasi kesenjangan tadi? Nanti Rafale datang kita harus adaptasi lagi,” ujarnya.
Lebih lanjut ia pun mempertanyakan urgensi pembelian 12 unit pesawat tempur bekas tersebut selain untuk mengisi kekosongan.
“Kita punya keterbatasan dalam hal ini, pertimbangan-pertimbangan utamanya apa dalam membeli ini selain mengisi gap dan transisi tadi?” ucapnya.
Ia pun mengingatkan, jangan sampai pembelian pesawat tempur tersebut justru menjadi beban dan menambah masalah bagi Indonesia.
“Kita kan membelinya dari pengguna sebelumnya, kita perlu tahu bagaimana dukungan pabrikan dalam hal ini,” kata Fahmi.
“Kita membelinya juga dengan cukup mahal, bagaimana perawatan dan pemeliharaannya juga harus dipikirkan,” lanjutnya. (kompas)
Editor: Agung Setiadi