Jakarta,. Kasus dugaan pengeroyokan terhadap anggota Resimen Arhanud 2/SSM bernama Praka Darma Saputra terjadi di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut) berujung sejumlah prajurit TNI yang datang ke lokasi untuk mencari para pelaku yang mengeroyok rekan mereka dan melakukan perusakan warung milik warga hingga sejumlah kendaraan.
Melansir dari detik.com, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut menilai peristiwa itu menambah catatan arogansi dan perilaku buruk TNI di Sumut.
“Peristiwa ini menambah catatan arogansi dan prilaku buruk Prajurit TNI di wilayah Sumatera Utara, sejatinya perilaku ini jelas merupakan tindak pidana, melanggar prosedur hukum sekaligus mengangkangi prinsip-prinsip hak asasi manusia yang harusnya di pegang teguh prajurit TNI,” kata Staf Advokasi KontraS Sumut Ady Yoga Kemit dalam keterangannya, Sabtu (01/02).
Selain mendesak pimpinan Kodam I/Bukit Barisan untuk segera melakukan evaluasi terhadap para prajuritnya di lapangan, KontraS Sumut juga menuntut tanggung jawab para pimpinan TNI di Sumut yang sudah berulang kali abai melakukan pemantauan atas prilaku buruk para prajuritnya.
Hal ini terbukti dari banyaknya kasus pelanggaran HAM berupa kekerasan maupun penyiksaan yang dilakukan prajurit TNI terhadap warga sipil di Sumut.
“KontraS mencatat sepanjang periode 2024 terdapat 7 kasus serupa yang dilakukan prajurit TNI. Peristiwa Sibiru-biru yang baru terjadi beberapa bulan lalu bahkan menyebabkan 1 nyawa melayang,” ucapnya.
KontraS berpandangan proses penegakan hukum yang tertutup dan cenderung tidak transparan di beberapa kejadian atau kasus sebelumnya berkontribusi membuat praktik kekerasan, arogansi dan prilaku buruk lainnya semakin subur di kalangan prajurit TNI.
Bila dicermati dari beberapa kasus terdahulu, hampir selalu saja ada narasi pembelaan, pembenaran, dan pemakluman atas apa yang prajurit lakukan.
“Tindakan seperti ini, selain tidak memberikan efek jera, juga rentan membentuk mental dan prilaku prajurit menjadi arogan, ‘ringan tangan’ melakukan kekerasan sebab merasa ada perlindungan, pembelaan,” ujarnya. (detik)
Editor: Agung Setiadi