Implementasi Kurikulum Bela Negara

Implementasi Kurikulum Bela Negara

Polhukam

Oleh : Jerry Indrawan, S.IP, M.Si (Han).
Dosen FISIP UPN Veteran Jakarta dan Alumni Universitas Pertahanan

Sejak era Presiden Joko Widodo, pemerintah sangat giat dalam mensosialisasikan bela negara ke seluruh Indonesia. Pada peringatan Hari Bela Negara pertama di zaman Presiden Joko Widodo pada tanggal 19 Desember 2014, upacara peringatan diselenggarakan secara meriah untuk menandai semakin digiatkannya semangat bela negara di tanah air Indonesia.

Sebelumnya, Hari Bela Negara tanggal 19 Desember sudah ditetapkan pada era pemerintahan Presiden Keenam Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2006.
Tanggal 19 Desember sendiri diperingati sebagai Hari Bela Negara untuk mengenang sejarah perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukitinggi, setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda.

Oleh Syafruddin Prawiranegara, pada tanggal 19 Desember 1948 dibentuklah PDRI di Bukitinggi. Kota tersebut akhirnya menjadi ibu kota sementara Republik Indonesia, dan kembali menghidupkan semangat seluruh rakyat dalam mengusir penjajah Belanda, yang pada saat itu sekali lagi berusaha untuk kembali menguasai bumi nusantara melalui Agresi Militer Belanda II.

Semakin gencarnya semangat bela negara digaungkan adalah karena tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia di masa globalisasi dan milenial ini semakin kompleks.

Ancaman, Gangguan, Hambatan, Tantangan (AGHT) yang harus dijawab oleh bangsa ini bukan lagi berasal dari luar (eksternal). AGHT yang datang dari luar sudah berubah bentuk, dari yang semua bersifat militer (konvensional), sekarang menjadi non-militer (non-konvensional).

Karena itulah, memahami tipikal ancaman seperti ini dibutuhkan pendekatan yang berbeda, yaitu melalui pendekatan keamanan manusia (human security) daripada keamanan negara (state security).

Untuk itu, diperlukan sebuah gerakan nasional penyadaran kembali seluruh manusia Indonesia agar kembali ke khittah mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Gerakan bela negara sepertinya mampu menjadi jawaban bagi sifat ancaman demikian.

Hal ini karena bela negara bukanlah sebuah metode penyelesaian masalah dengan cara-cara militeristik, seperti pendidikan militer, katakanlah.

Akan tetapi, bela negara memberikan penyadaran kepada setiap insan bangsa bahwa di tengah-tengah dunia yang semakin tanpa batas ini, nasionalisme dan cinta tanah air harus tetap dinomorsatukan.

Atas argumen itulah, penulis sangat tertarik dengan konsep gerakan bela negara. Gerakan bela negara ini sangat menggunakan konsep keamanan manusia yang saat ini dalam kajian ilmu keamanan (security studies) sudah mulai menggantikan perspektif keamanan negara yang sangat berpusat pada kekuatan (power) sebuah negara, di mana militer menjadi bagian yang esensial dalam setiap upaya-upaya penangkalan dan penyelesaian ancaman.

Keamanan saat ini menyangkut masalah-masalah identitas dan budaya dari masyarakat atau komunitas tertentu.

Gagasan terhadap keamanan individu sebagai sebuah keamanan kolektif lebih menantang dewasa ini daripada konsep konservatif seperti keamanan negara.

Hal ini karena keamanan tidak hanya soal kelangsungan hidup (survival), tetapi keamanan adalah soal kebebasan dari kematian yang tidak diinginkan.

Bela negara adalah sebuah konsep yang menggunakan perspektif keamanan manusia karena materi yang diajarkan tidak hanya terkait dengan militer, tetapi juga bagaimana menghadapi ancaman non-konvensional tadi.
Kembali ke bela negara, penulis sendiri sudah cukup mengenal konsep ini sejak mengambil studi magister di Universitas Pertahanan.

Kemudian, saat ini penulis adalah Dosen tetap Ilmu Politik di UPN Veteran Jakarta, yang menyatakan diri sebagai kampus bela negara. UPN Veteran sangat concern pada permasalahan bangsa, di mana seperti yang penulis ungkapkan di awal, AGHT bangsa ini tidak lagi dari luar, tetapi dari dalam, yaitu melibatkan setiap insan manusia Indonesia. Karena itulah, kajian-kajian bela negara cukup banyak dilakukan di kampus UPN Veteran Jakarta.

Sayangnya, sampai saat ini kajian-kajian tersebut masih berupa seminar, diskusi, project, atau program-program yang bersifat ad hoc atau sementara.

Padahal, menurut penulis ancaman non-konvensional seperti yang tadi sudah dijelaskan, adalah ancaman nyata yang saat ini sudah terjadi.

Perguruan tinggi harus mampu menjadi solusi terkait permasalahan ini, tidak hanya berlindung di balik kemegahan kampus.

Perguruan tinggi profesional dan modern saat ini sudah mengintegrasikan dirinya secara kuat dengan masyarakat, bangsa, dan negara, termasuk bagaimana membantu mereka menangani masalah-masalah yang timbul.

Kajian-kajian temporal tidak akan cukup untuk menyelesaikan problematikan ini. Untuk itu, penulis ingin mencanangkan sebuah terobosan baru, yaitu untuk memformalisasikan gerakan bela negara dalam sebuah wadah yang baku dan diakui negara.

Wadah tersebut adalah perguruan tinggi, di mana bela negara akan dijadikan sebagai sebuah mata kuliah wajib universitas tersendiri, terpisah dari Pendidikan Kewarganegaraam atau Pendidikan Pancasila yang selama ini sudah menjadi mata kuliah wajib di setiap perguruan tinggi di Indonesia. Nama mata kuliah tersebut adalah Pendidikan Bela Negara.

Sebagai seorang tenaga pendidik, termasuk seorang warga negara yang cinta pada bangsa dan negara ini, penulis mendedikasikan diri untuk membantu gerakan ini dengan mendiseminasikan bela negara melalui tulisan-tulisan dan materi-materi ajar yang penulis gunakan di kampus.

Atas dasar itulah, tulisan ini ingin mengusulkan sebuah program yang terkait dengan diseminasi bela negara kepada seluruh bangsa Indonesia, yaitu mengusulkan bahwa Pendidikan Bela Negara dimasukkan dalam kurikulum pendidikan tinggi di seluruh Indonesia sebagai salah satu mata kuliah wajib universitas.

Hal ini karena bela negara tidak akan efektif jika proses diseminasinya dilakukan dengan cara ad hoc, seperti seminar, diskusi, workshop, atau pendidikan singkat. Bela negara harus dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.

Sifat ancaman yang tidak lagi terlihat membuat gerakan yang terkait dengan gerakan sosial harus dilakukan secara massif dan terstruktur.

Diseminasi yang dilakukan secara parsial membuat resonansi dari gerakan bela negara tidak akan memiliki efek maksimal. Penulis sadar untuk mengubah kurikulum di setiap jenjang pendidikan di Indonesia memang membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup besar.

Untuk itu, penulis mengusulkan untuk langkah pertama atau awalan, kurikulum tentang bela negara dapat diajarkan di tingkat perguruan tinggi terlebih dahulu.

Bela negara dengan demikian akan menjadi mata kuliah dengan nama Pendidikan Bela Negara, yang akan diajarkan kepada setiap peserta didik di tingkat perguruan tinggi, baik sarjana, maupun diploma.

Kemudian kita lihat apa kata undang-undang terkait kemungkinan dimasukkannya Pendidikan Bela Negara sebagai kurikulum dalam pendidikan tinggi.

Menurut Undang Undang (UU) No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, terutama Pasal 5 ayat 2, Pasal 8 ayat 2 dan Pasal 9 ayat 1, 2, dan 3, yang berbunyi demikian:
.Pasal 5 butir b: “Dihasilkannya lulusan yang menguasai Cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi untuk memenuhi kepentingan nasional dan peningkatan daya saing bangsa.”

. Pasal 8 ayat 2: “Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Sivitas Akademika melalui pembelajaran dan/atau penelitian ilmiah dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia.”

.Pasal 9 ayat 1: Kebebasan akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) merupakan kebebasan Sivitas Akademika dalam Pendidikan Tinggi untuk mendalami dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi secara bertanggung jawab melalui pelaksanaan Tridharma.

Pasal 9 ayat 2: “Kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) merupakan wewenang profesor dan/atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah untuk menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenan dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya.”

Pasal 9 ayat 3: “Otonomi keilmuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) merupakan otonomi Sivitas Akademika pada suatu cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi dalam menemukan, mengembangkan, mengungkapkan, dan/atas mempertahankan kebenaran ilmiah menurut kaidah, metode keilmuan, dan budaya akademik.”

Tafsiran penulis dari Pasal 5 butir b, adalah bahwa pendidikan bela negara sebagai ilmu pengetahuan, harus dikuasai demi kepentingan nasional.

Kemudian, tafsiran Pasal 8 dan 9 di atas adalah, dimungkinkannya diselenggarakan mata kuliah pendidikan bela negara di tingkat universitas dan menjadi mata kuliah wajib. Ini karena pasal-pasal tersebut bicara tentang pengembangan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Sivitas Akademika melalui pembelajaran yang menjunjung tinggi persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban bangsa.

Ditambah dengan adanya kebebasan akademik untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tadi, dengan wewenang pengajar (profesor/dosen) untuk menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenan dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya.

Kemudian, adanya otonomi keilmuan untuk mengembangkan kebenaran ilmiah menurut metode keilmuan. Secara ontologi, aksiologi, dan epistemologi, bela negara dapat dilihat sebagai sebuah hal yang konkret dan memiliki hakikat dan manfaat dalam ilmu pengetahuan.
Penyelengaraan pendidikan tinggi harus berangkat dari kesamaan visi bahwa pendidikan adalah sesuatu yang berkembang.

Demikian juga disiplin ilmunya, harus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Rasionalitas sangat dikedepankan dalam zaman yang berkembang cepat macam sekarang ini, sehingga tidak heran juga bela negara secara epistemologi memang dapat dijustifikasi dan memiliki rasionalitas keyakinan.

Pendidikan bela negara adalah upaya untuk mencapai kemajuan peradaban bangsa ini karena kemampuannya menghadapi AHGT non-konvensional.

Untuk itu, perguruan tinggi harus mau mengembangkan ilmu pengetahuannya untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi zaman.

Kemudian, kebebasan akademik untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan wewenang pengajar untuk mengembangkan kebenaran ilmiah menurut metode keilmuan, membuat penulis merasa yakin bahwa pendidikan bela negara dapat memenuhi aspek-aspek ilmiah (ontologi, aksiologi, dan epistemologi) sehingga dapat diajarkan sebagai bagian dari kuliah wajib universitas.

Menurut Pasal 35 UU yang sama, kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah Agama, Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia.

Dalam studi ilmu politik dan ilmu hubungan internasional, kajian-kajian bela negara, yang terkait dengan ancaman, kehadiran militer, kebijakan publik, sampai filsafat dan logika, merupakan bagian utama dalam disipilin ilmu-ilmu tersebut.

Dalam ilmu hubungan internasional, kajian pengkajian strategi dan keamanan juga membahas masalah-masalah yang terkait dengan bela negara karena dianggap sebagai salah satu pemikiran penting bangsa untuk menghadapi ancaman modern.

Kemudian, jika kita merujuk pada Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, usulan untuk menyelenggarakan Pendidikan Bela Negara juga dapat diakomodir.

Semangat dari dibuatnya Permenristekdikti tersebut adalah meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan, salah satunya melalui peningkatan standar pendidikan tinggi.

Jika demikian, dengan argumen yang sama yang telah penulis ungkapkan sebelum-sebelumnya, maka peningkatan standar nasional pendidikan tinggi di Indonesia harus berangkat dari pemahaman bahwa ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat, sehingga perlu dibuat langkah-langkah strategis.

Salah satu ketentuan dalam Permenristekdikti ini, terutama Pasal 3 ayat 1 poin a, yang berbunyi: “Menjamin tercapainya tujuan pendidikan tinggi yang berperan strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menerapakan nilai humaniora, serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan; serta ayat 3, yang berbunyi:

“Standar Nasional Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib dievaluasi dan disempurnakan secara terarah, dan berkelanjutan, sesuai dengan tuntutan perubahan lokal, nasional, dan global oleh badan yang ditugaskan untuk menyusun dan mengembangkan Standar Nasional Pendidikan Tinggi.”

Sesuai ketentuan dalam pasal 3 tersebut, maka pendidikan bela negara seharusnya dapat menjamin tercapainya tujuan pendidikan tinggi yang berperan strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Bela negara dapat digunakan untuk mencerdaskan kehidupan manusia Indonesia seluruhnya dengan cara memberikan penyadaran tentang bahayanya AGHT yang muncul dewasa ini.

Selain itu, kemutakhiran materi-materi yang akan diajarkan dalam pendidikan bela negara akan sesuai dengan tuntutan perubahan lokal, nasional, dan global, mengingat bela negara dalam kerangka berpikir ilmiah adalah sebuah kajian yang relatif baru, dan muncul di dalam kajian studi keamanan dan strategi.

Di UPN Veteran Jakarta, mata kuliah yang terkait dengan pendidikan bela negara akan diformalkan sehingga menjadi mata kuliah wajib program studi.

Bela negara akan menjadi batu penjuru kami di Program Studi Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta dalam merancang kurikulum yang pas, di mana kerangka besarnya adalah studi keamanan dan strategi.

Karena itulah, penulis sangat yakin bahwa nuansa keilmuan, keilmiahan, konkretisme, hakekat, manfaat, serta rasionalitas dari bela negara sudah tidak perlu diragukan lagi karena sudah teruji secara ilmiah di ranah akademis, sekalipun memang belum ada mata kuliah khusus yang membahas tentang Pendidikan Bela Negara.

Sebagai bagian dari perwujudan Pasal 9 UU pendidikan Tinggi tadi, yaitu untuk mengembangkan sebuah kajian ilmiah, maka penulis dengan yakin ingin mengusulkan dibentuknya Pendidikan Bela Negara sebagai mata kuliah wajib universitas.

Berikut adalah pembahasan sepuluh materi ajar yang akan dimasukkan sebagai bagian dari kurikulum Pendidikan Bela Negara jika nantinya diselenggarakan sebagai mata kuliah wajib universitas. (*)

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments